Jumat, 20 Mei 2011

ARTIKEL PENELITIAN KU,,, ^_^

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI DIRI
PENGUASAAN TEKNIK DASAR KOMUNIKASI DALAM KONSELING PADA MAHASISWA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI MALANG


Abstrak : Konseling adalah proses pemberian bantuan yang bersifat profesional sehingga perlu dilakukan berlandaskan pada teknik dasar komunikasi tertentu. Dalam praktiknya, banyak konselor yang belum terampil melaksanakan teknik dasar komunikasi dalam konseling dengan baik. Akibatnya, banyak konseling di lapangan yang tidak efektif. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan sebuah instrumen evaluasi diri untuk membantu mengukur tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling bagi mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan yang diadaptasi dari Borg and Gall (1983) dan Sukmadinata (2008). Populasi penelitian adalah mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 dengan sampel peneilitian diambil secara simple random sampling sebanyak 50 orang. Pengumpulan data dilakukan menggunakan angket penilaian. Analisis data dilakukan dengan teknik statistika deskriptif, uji validitas, dan uji reliabilitas. Dari tabel correlation dapat diketahui bahwa semua item pernyataan adalah valid karena nilai pearson correlation untuk masing-masing item pernyataan bernilai lebih dari r tabel yaitu r 49(0.05) = 0.282. Dari tabel reliability statistic dapat diketahui bahwa nilai cronbach alpha untuk semua kategori adalah lebih dari 0,6. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen evaluasi diri penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling ini memiliki tingkat ketepatan, kegunaan, dan kemudahan yang memadai.
Kata kunci : instrumen, teknik komunikasi, konseling.

UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur. Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja.
Konteks tugas konselor dalam lembaga pendidikan formal dan nonformal adalah sebagai pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, yaitu “kawasan pelayanan yang bertujuan untuk memandirikan individu dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan” (ABKIN, 2005).
Model bimbingan dan konseling yang dianut di Indonesia saat ini adalah model bimbingan dan konseling komprehensif, yang terdiri dari layanan dasar, layanan perencanaan individual, layanan responsif, dan dukungan sistem. Model seperti ini bertujuan untuk mengarahkan individu supaya dapat menerima diri, memahami diri, dan mengembangkan diri ke arah yang positif.
Dari keempat jenis layanan dalam bimbingan dan konseling komprehensif, layanan konseling merupakan salah satu bagian dari layanan responsif yang harus diberikan kepada siswa secara profesional. Sebagai layanan responsif, layanan konseling diberikan kepada siswa untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dialaminya saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
Pengertian dari konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang konselor kepada satu atau lebih konseli, bersifat profesional, dilakukan secara kontinyu sampai tercapainya tujuan konseling yang telah ditetapkan, hubungan yang dibangun bersifat interpersonal, dan hasil dari proses pemberian bantuan ini sangat bergantung pada kualitas hubungan yang dibangun (Mappiare, 1992). Dapat ditarik kesimpulan, bahwa seorang konselor profesional hendaknya mampu mengembangkan sikap, kompetensi, dan keterampilan dasar untuk bisa melaksanakan konseling dengan baik.
Kompetensi paling mendasar yang harus dimiliki oleh konselor dalam melaksanakan konseling adalah kompetensi intelektual yang harus dikembangkan baik di dalam maupun di luar sesi konseling. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arthur J. Jones, dkk dalam Mappiare (1992 : 110) “the counselor’s skills are built upon a through knowledge of human behavior, percetive mind, and ability to integrated present event with training and experience”.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya.
Banyak hal yang bisa dimasukkan ke dalam kompetensi intelektual konselor dalam melakukan konseling, salah satunya adalah kompetensi konselor dalam berkomunikasi. Hal ini berhubungan dengan salah satu karakteristik konseling yang menegaskan bahwa wawancara merupakan salah satu alat pengumpul data paling utama dalam konseling.
Oleh karena itu dalam melakukan wawancara selama konseling, diperlukan keterampilan komunikasi yang memadai dari seorang konselor. Keefektifan komunikasi dalam konseling merupakan kunci penting dari keberhasilan proses konseling.
Ironis dengan teori yang menyebutkan bahwa keterampilan dasar komunikasi termasuk sebagai landasan utama dalam melaksanakan konseling, fenomena yang ditemukan di lapangan justru sebaliknya. Menurut hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan II di SMK Negeri 5 Malang dari tanggal 30 Juli 2010 sampai dengan tanggal 15 Desember 2010, kegiatan konseling yang dilakukan di lapangan, baik oleh konselor maupun calon konselor, dalam hal ini adalah mahasiswa praktikan PPL, banyak mengesampingkan keterampilan dasar komunikasi, khususnya penggunaan teknik dasar komunikasi dalam konseling.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Miranti Widi Andriani (2009) tentang Studi Pengunaan Teknik Dasar Komunikasi Konseling pada Konselor di SMP Negeri 2 Sukodono Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa dari keseluruhan teknik dasar komunikasi dalam konseling yang selalu digunakan hanyalah teknik opening, acceptance, lead, dan advice. Peran konselor dalam membantu konseli menyelesaikan masalah adalah memberikan alternatif pemecahan masalah serta menjelaskan resiko pada konseli. Konselor memberikan saran saat konseli akan mengambil keputusan. Konselor belum menerapkan bahwa pengambilan keputusan adalah peran konseli dalam konseling.
Sebagai akibatnya, konseling yang terjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Contohnya, konseling berakhir premature atau sebelum waktunya. Selain itu, bisa jadi konseling yang diselenggarakan bukanlah konseling yang memandirikan. Konseli menjadi ketagihan untuk datang pada konselor dan melakukan konseling, karena merasa dengan melakukan konseling semua masalah bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian, konseling yang hendaknya bersifat memandirikan konseli, pada akhirnya justru membuat konseli menjadi pribadi yang bergantung pada pihak lain, dalam hal ini adalah konselor untuk menyelesaikan permasalahannya.
Konseling yang semula bertujuan untuk membantu konseli menjadi lebih dewasa dalam berbagai hal termasuk pengambilan keputusan, perubahan pribadi menjadi pribadi yang lebih positif, perubahan tingkah laku ke arah yang lebih positif, dan pemecahan masalah yang sedang dihadapi, pada akhirnya malah membuat konseli menjadi pribadi yang tidak mandiri, bahkan akan merugikan konseli sendiri untuk kehidupannya di masa yang akan datang.
Konselor dan calon konselor yang diharapkan bisa membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal, justru akan membuat siswa sebagai konseli menjadi pribadi yang kurang matang. Permasalahan yang dihadapi oleh konseli pun belum tentu bisa dibantu penyelesaiannya secara optimal jika konselor dan calon konselor melakukan konseling tanpa memperhatikan penggunaan teknik dasar komunikasi.
Sebagai salah satu LPTK, Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang, dalam mempersiapkan tenaga konselor profesional, meletakkan satu matakuliah mayor yang membahas mengenai komunikasi dalam konseling, yaitu matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi. Matakuliah tersebut disajikan pada semester III untuk jenjang Sarjana dengan bobot 2 sks dan 4 js setiap minggunya.
Secara sederhana matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi memberikan materi tentang berbagai teknik dasar komunikasi yang dipergunakan dalam konseling. Matakuliah ini bertujuan untuk membentuk kemampuan mahasiswa sebagai calon konselor profesional dalam menerapkan teknik-teknik dasar komunikasi dalam konseling. Secara lebih luas, dengan adanya matakuliah ini mahasiswa diharapkan untuk dapat melaksanakan konseling dengan baik dengan memperhatikan penerapan teknik dasar komunikasi konseling, sehingga tujuan konseling bisa dicapai sebagaimana mestinya.
Sebagai salah satu matakuliah dasar untuk pelaksanaan konseling, pada dasarnya matakuliah keterampilan dasar komunikasi pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang telah diberikan seoptimal mungkin. Terbukti dari bukan hanya teori yang diberikan saat perkuliahan berlangsung, namun juga latihan-latihan nyata untuk merealisasikan teknik dasar komunikasi dalam konseling yang sesungguhnya.
Namun demikian, sebagaimana fenomena yang tergambar di atas, ternyata mahasiswa yang sudah menempuh dan lulus matakuliah keterampilan dasar komunikasi, serta konselor-konselor alumni Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang yang sudah terjun ke lapangan, masih banyak yang belum dapat mengaplikasikan teknik dasar komunikasi dalam konseling di kehidupan nyata.
Ketidaktahuan mahasiswa maupun konselor yang telah terjun ke lapangan akan tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling, kurangnya pemahaman konselor dan calon konselor mengenai aspek-aspek yang spesifik dari masing-masing teknik dasar komunikasi dalam konseling, dan ketiadaan instrumen yang bisa mengukur tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling untuk masing-masing personal sebagai instrumen evaluasi diri, merupakan penyebab ketidakmampuan konselor dan calon konselor mengaplikasikan teknik dasar komunikasi dalam konseling secara optimal. Berangkat dari gambaran tersebut di atas, perlu dikembangkan sebuah instrumen evaluasi diri yang berfungsi untuk mengukur tingkat penguasaan keterampilan dasar komunikasi dalam konseling bagi mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang.

MODEL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Penelitian dengan judul “Pengembangan Instrumen Evaluasi Diri Penguasaan Teknik Dasar Komunikasi dalam Konseling pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang” ini menggunakan model penelitian pengembangan yang bersifat prosedural.
Adapun yang dimaksud dengan pengembangan yang bersifat prosedural adalah model pengembangan yang bersifat deskriptif, yakni menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk untuk menghasilkan produk (Saukah, 2000:37).

Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 yang sudah mengikuti dan lulus matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi. Sampel penelitian diambil secara simple random sampling sebanyak 50 orang.

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan sebagai alat dalam tahap identifikasi kebutuhan dalam penelitian pendahuluan. Identifikasi kebutuhan adalah tahap yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data dari berbagai sumber sebagai data awal penelitian. Tujuan dilakukannya identifikasi kebutuhan adalah untuk mengetahui apakah pengembangan instrumen evaluasi diri penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling pada mahasiswa ini diperlukan atau tidak. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan ada tiga bentuk, tergantung pada masing-masing subjek identifikasi kebutuhan.
Identifikasi kebutuhan pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang yang sudah mengikuti dan lulus matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi menggunakan instrumen penelitian berupa angket terbuka dan instrument refleksi diri.
Identifikasi kebutuhan pada konselor di lapangan dan praktikan PPL BK menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan pedoman observasi. Identifikasi kebutuhan pada dosen pembimbing matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi program studi Bimbingan dan Konseling menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara.

Rancangan Penelitian
Dengan menyesuaikan kondisi di lapangan, dalam mengembangkan instrumen pengukuran tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang ini, peneliti mengadaptasi strategi pengembangan Borg and Gall (1983) dikolaborasikan dengan strategi pengembangan menurut Sukmadinata (2008:189).
Peneliti dalam hal ini menggunakan strategi pengembangan sebagai berikut.
1. Tahap penelitian pendahuluan
Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis potensi dan masalah yang akan dijadikan sebagai pijakan penelitian pengembangan, studi literatur sehubungan dengan penelitian dan pengembangan, dan identifikasi kebutuhan (need assessment) pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang yang sudah mengikuti dan lulus matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi, konselor di lapangan dan praktikan PPL BK, dan dosen pembimbing matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi program studi Bimbingan dan Konseling.
2. Tahap penyusunan produk awal
Tahap selanjutnya setelah penelitian pendahuluan adalah penyusunan produk awal yang kegiatannya mencakup pengembangan spesifikasi instrumen, penulisan butir pernyataan untuk pengembangan instrumen, penentuan pedoman penskoran, dan penelaahan pernyataan instrument oleh dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II.
3. Tahap pengujian produk
Tahap pengujian produk merupakan langkah ketiga dalam penelitian. Pengujian produk dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu uji coba ahli/ pakar (expert judgement), dilakukan oleh dua orang ahli instrumen. Ahli instrumen adalah seseorang yang berpengalaman dalam bidang pengembangan instrumen, khususnya pengembangan instrumen tentang konseling. Karakteristik untuk bisa menjadi ahli instrumen adalah berlatar belakang pendidikan minimal S2, dan telah memiliki pengalaman di bidang pengembangan instrumen selama lebih kurang lima tahun.
Uji coba kelompok kecil (small group try out) dilakukan pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling sebanyak 10 orang untuk menguji kelayakan instrumen pengembangan untuk diujikan secara luas. Pengujian dalam skala kelompok kecil ini secara spesifik digunakan untuk mengukur tingkat kemudahan dan kegunaan instrumen pengukuran jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Uji coba lapangan (field try out) dilakukan pada sekelompok besar mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang sejumlah 50 orang. Uji lapangan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, dan daya beda instrumen.
4. Tahap pengemasan produk akhir
Dalam tahapan ini yang dilakukan oleh peneliti adalah pengemasan produk akhir dalam bentuk instrumen dalam arti instrumen siap dipergunakan dalam keseharian untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dalam program studi Bimbingan dan Konseling.

Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistika deskriptif untuk menganalisis pengumpulan data saat uji ahli (expert judgement) dan saat uji kelompok kecil (small group judgement). Analisis data yang lain dilakukan dengan bantuan program SPSS 16 For Windows meliputi uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment dan uji reliabilitas menggunakan teknik alpha cronbach.

Hasil Penelitian
1. Penyajian Data Hasil Uji Ahli (Expert Judgement)
Uji ahli (expert judgement) penelitian ini dilakukan oleh dua orang ahli instrumen dalam bimbingan dan konseling. Berdasarkan pelaksanaan uji ahli (expert judgement) tersebut, peneliti memperoleh data dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Tujuan dilakukannya uji ahli (expert judgement) ini adalah untuk mengetahui tingkat keterwakilan subvariabel oleh indikator, indikator oleh deskriptor, dan deskriptor oleh butir pernyataan dalam instrumen pengukuran ini. Data dikumpulkan menggunakan angket penilaian. Data yang bersifat kuantitatif dapat disajikan sebagai berikut.
a. Dari 36 butir indikator yang terdapat dalam instrumen pengukuran, 22 indikator dinyatakan baik dan tidak perlu revisi, 13 indikator dinyatakan cukup baik dan perlu dilakukan revisi sebagian, sedangkan 1 indikator lain dinyatakan tidak baik dan harus direvisi total atau dibuang.
b. Dari 97 butir deskriptor yang terdapat dalam instrumen pengukuran, 73 deskriptor dinyatakan baik dan tidak perlu revisi, 22 deskriptor dinyatakan cukup baik dan perlu dilakukan revisi sebagian, sedangkan 2 deskriptor lain dinyatakan tidak baik dan harus direvisi total atau dibuang.
c. Dari 305 butir pernyataan yang terdapat dalam instrumen pengukuran, 276 butir pernyataan dinyatakan baik dan tidak perlu revisi, serta 29 butir dinyatakan cukup baik dan perlu dilakukan revisi sebagian.
Penyajian data hasil uji ahli (expert judgement) yang berbentuk data kualitatif adalah sebagai berikut.
a. Tidak perlu diberikan poin khusus untuk pembedaan antara teknik ‘clarification’ dengan teknik ‘reflection of feeling’ karena jika keduanya sudah dilakukan sesuai dengan prosedur, tidak akan ada kerancuan antara dua teknik tersebut.
b. Perlu ditambahkan poin ‘minat dan motivasi untuk membantu’ dalam persiapan psikologis konselor.
c. Perlu ditambahkan poin ‘penataan ruang/ dekorasi’ dalam persiapan tempat konseling.
d. Perlu ditambahkan poin ‘kontak mata’ dalam attending.
e. Perlu ditambahkan ‘keterwakilan situasi’ dalam teknik clarification.
f. Perlu dikonsistenkan urutan penyusunan per indikator supaya sama antara teknik yang satu dengan teknik yang lain.
g. Perlu ditambahkan poin ‘mengucapkan salam’ dalam penciptaan hubungan baik.
h. Perlu dipertimbangkan tingkat kepantasan dan keperluan untuk merekam konseli secara visual, jika perlu poin ini dihilangkan.
i. Koreksi untuk tata cara penulisan dan istilah-istilah yang digunakan dalam teknik dasar komunikasi konseling.
j. Bisa disimpulkan bahwa secara kualitatif, pernyataan dalam instrumen sudah menunjukkan keterwakilan subvariabel oleh indikator, indikator oleh deskriptor, dan deskriptor oleh butir pernyataan, perlu dilakukan revisi di beberapa bagian seperti yang disarankan oleh validator.
2. Penyajian Data Hasil Uji Kelompok Kecil (Small Group Try Out)
Uji kelompok kecil (small group try out) dalam penelitian ini dilakukan oleh 10 orang mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang untuk mengetahui tingkat kemudahan dan kegunaan dari instrumen pengukuran yang dikembangkan. Data uji kelompok kecil dikumpulkan menggunakan angket penilaian. Data yang diperoleh dari uji kelompok kecil (small group try out) ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data kuantitatif dan kualitatif.
Penyajian data kuantitatif dari uji kelompok kecil (small group try out) adalah sebagai berikut.
a. Instrumen dinyatakan sangat berguna untuk mengenali jenis-jenis keterampilan dalam keseluruhan teknik dasar komunikasi dalam konseling, membantu proses pemahaman mahasiswa mengenai teknik dasar komunikasi dalam konseling, mengukur tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling bagi mahasiswa, dan untuk dijadikan alat evaluasi sejauh mana mahasiswa mampu menerapkan teknik dasar komunikasi dalam konseling.
b. Petunjuk pengisian instrumen dinyatakan sangat mudah.
c. Pernyataan dalam instrumen dinyatakan sangat mudah.
d. Pengisian pernyataan dalam instrumen dinyatakan mudah.
Dalam bentuk kualitatif, penyajian data hasil uji kelompok kecil adalah sebagai berikut.
a. Perlu dilakukan pengurangan item dalam pernyataan, supaya tidak terlalu banyak menyita waktu dan tenaga.
b. Perlu diteliti tata cara penulisan dan penomoran.
c. Pada saat melancarkan instrumen, perlu diperhatikan kondisi pengisi, supaya data yang diperoleh benar-benar valid.
3. Penyajian Data Hasil Uji Lapangan (Field Try Out)
Uji lapangan (field try out) dalam penelitian ini dilakukan pada 50 orang subyek terteliti sebagai sampel yang diambil secara acak, yaitu mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling dengan jabaran 1 orang mahasiswa angkatan 2004, 2 orang mahasiswa angkatan 2005, 5 orang mahasiswa angkatan 2006, 29 orang mahasiswa angkatan 2007, dan 13 orang mahasiswa angkatan 2008. Uji lapangan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, dan daya beda instrumen.
Dalam penghitungan validitas, reliabilitas, dan daya beda instrumen ini, peneliti membedakan variabel teknik dasar komunikasi dalam konseling ke dalam 16 kategori yaitu, prakonseling, opening, acceptance, restatement, reflection of feeling, clarification, structuring, sharing of experience, lead, reassurance, silent, rejection, advice, confrontation, summarization, dan termination.
a. Penghitungan Tingkat Validitas Instrumen
Dari tabel pearson correlation dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan adalah valid karena nilai pearson correlation untuk masing-masing item pertanyaan bernilai lebih dari r tabel yaitu r 49(0.05) = 0.282. Cara lain yang untuk mengetahui item pertanyaan valid adalah dengan melihat nilai peluang (significant). Jika nilainya kurang dari alpha 0.05 maka item pertanyaan tersebut adalah valid.
b. Penghitungan Tingkat Reliabilitas Instrumen
Dalam meghitung tingkat reliabilitas instrumen, peneliti langsung membagi keseluruhan teknik dasar komunikasi konseling ke dalam 16 kategori dengan hasil terjabar sebagai berikut.
1) Semua item pernyataan untuk kategori pra konseling dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.815 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
2) Semua item pernyataan untuk kategori opening dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.948 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
3) Semua item pernyataan untuk kategori acceptance dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.875 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
4) Semua item pernyataan untuk kategori acceptance dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.850 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
5) Semua item pernyataan untuk kategori reflection of feeling dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.864 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
6) Semua item pernyataan untuk kategori clarification dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.861 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
7) Semua item pernyataan untuk kategori structuring dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.927 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
8) Semua item pernyataan untuk kategori sharing of experience dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.841 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
9) Semua item pernyataan untuk kategori lead/ questioning dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.708 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
10) Semua item pernyataan untuk kategori reassurance dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.875 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
11) Semua item pernyataan untuk kategori silent dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.750 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
12) Semua item pernyataan untuk kategori rejection dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.763 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
13) Semua item pernyataan untuk kategori advice dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.826 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
14) Semua item pernyataan untuk kategori confrontation dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.773 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
15) Semua item pernyataan untuk kategori summarization dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.789 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
16) Semua item pernyataan untuk kategori termination dinyatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada tabel reliability statistic adalah sebesar 0.806 dan syarat untuk reliabel adalah lebih dari 0.6.
c. Penghitungan Daya Beda Instrumen
Hasil penghitungan daya beda secara sederhana menyatakan bahwa dari 308 butir pernyataan yang diuji, 9 butir pernyataan memiliki tingkat daya beda yang sangat baik, 93 butir pernyataan memiliki tingkat diskriminasi atau daya beda yang baik, 122 butir pernyataan memiliki tingkat diskriminasi atau daya beda yang cukup baik, dan 83 butir pernyataan memiliki tingkat diskriminasi atau daya beda yang jelek.

Kajian Produk yang Telah Direvisi
Konseling dalam keseluruhan bimbingan dan konseling perkembangan, merupakan salah satu bagian dari layanan responsif, yang lagsung berkenaan dengan individu. Dikatakan demikian, karena pemberian bantuan melalui layanan konseling secara langsung bersentuhan dengan kebutuhan dan masalah individu, walaupun berlangsung dalam setting kelompok.
Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas, sebagai salah satu proses pemberian bantuan yang bersifat profesional (helping professional), konseling hendaknya dilaksanakan oleh orang-orang yang terlatih di bidangnya, dan dilakukan berdasarkan teori. Salah satu teori yang melandasi konseling adalah teori tentang komunikasi, khususnya teknik dasar komunikasi dalam konseling.
Menurut Andriani (2009:4), teknik dasar komunikasi adalah teknik dasar yang dapat digunakan untuk membantu konselor dalam menggali perasaan-perasaan konseli baik dari tingkah laku verbal maupun non verbal sebagai usaha untuk memahami dirinya sendiri dan memahami perubahan yang terjadi di dalam kehidupannya.
Dari pengertian tersebut terkandung maksud bahwa teknik dasar komunikasi dalam konseling tidak hanya bersifat respon dan pengamatan verbal, namun juga bersifat non verbal. Teknik dasar komunikasi dalam konseling digunakan untuk membantu konseli, dengan melakukan pengamatan terhadap tingkah laku verbal maupun non verbalnya.
Teknik dasar komunikasi dalam konseling itu sendiri merupakan sejumlah teknik yang perlu digunakan konselor dalam keseluruhan proses konseling. Teknik-teknik ini dimaksudkan untuk menuntun konselor supaya bisa melaksanakan konseling sesuai dengan landasan teori yang ada, mencegah konselor untuk melakukan kesalahan-kesalahan dalam konseling, mencegah konseli menyalahartikan proses konseling, dan tujuan akhirnya adalah mencapai tujuan konseling itu sendiri. Pada akhirnya, keseluruhan dari proses konseling diharapkan bisa membantu konseli untuk bisa tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri dalam kehidupannya.
Teknik dasar komunikasi konseling dalam praktiknya akan membantu konselor untuk bisa menjalankan konseling secara profesional. Dengan menjalankan konseling secara profesional, maka tujuan konseling yang ditetapkan bersama konseli pun akan lebih mudah untuk dicapai. Teknik dasar komunikasi dalam konseling yang diterapkan dengan benar dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin akan dilakukan oleh konselor selama proses konseling.
Instrumen Evaluasi Diri Penguasaan Teknik Dasar Komunikasi dalam Konseling pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang ini, adalah sebuah instrumen yang bertujuan untuk membantu mahasiswa memahami tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling yang dimilikinya. Dengan demikian, mahasiswa mampu melakukan evaluasi diri sehubungan dengan tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi konselingnya tersebut.
Instrumen ini mengukur tingkat penguasaan mahasiswa dalam 16 teknik dasar komunikasi dalam konseling yaitu, prakonseling, opening, acceptance, restatement, reflection of feeling, clarification, structuring, sharing of experience, lead, reassurance, silent, rejection, advice, confrontation, summarization, dan termination.
Instrumen evaluasi diri penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling ini selain dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan personal mahasiswa akan penguasaan teknik dasar komunikasi konselingnya, juga dapat digunakan oleh program studi bimbingan dan konseling sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan data teknik dasar komunikasi konseling mahasiswa. Dengan demikian, bisa diketahui apakah matakuliah Keterampilan Dasar Komunikasi dalam konseling sudah diberikan dengan tepat ataukah sebaliknya.
Dengan adanya instrumen ini diharapkan mahasiswa lebih memahami teknik dasar komunikasi dalam konseling sebagai kunci pelaksanaan konseling. Dari sini, mahasiswa bisa mengevaluasi diri dan meningkatkan lagi tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi konselingnya.
Jika para mahasiswa sudah mengetahui aspek apa saja yang perlu dilakukan untuk setiap teknik dasar komunikasi dalam konseling, seberapa tinggi tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi konselingnya, dan apa saja yang perlu dilakukannya untuk meningkatkan penguasaan teknik dasar komunikasi konselingnya, maka masalah yang selama ini ditemukan di lapangan, yaitu proses konseling yang tanpa memperhatikan teknik dasar komunikasi dalam konseling, sedikit demi sedikit akan dapat menemukan jalan keluarnya.
Instrumen ini selain memiliki kegunaan seperti yang tersebut di atas juga memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain adalah banyaknya item yang ada dalam instrumen, kemungkinan besar akan membuat mahasiswa sebagai subjek pengukuran merasa jenuh saat mengisi instrumen. Bisa jadi, konsentrasi mahasiswa juga banyak yang kabur saat mengisi instrumen. Merupakan hal yang wajar jika hal ini ditemukan di lapangan karena banyaknya item instrumen yang harus diisi oleh masing-masing mahasiswa.
Kejenuhan mahasiswa dalam mengisi instrumen evaluasi ini dapat disiasati dengan berbagai cara. Hal-hal yang bisa digunakan untuk meminimalisasi dan mengantisipasi kekurangan instrumen ini adalah dengan membagi pengisian instrumen menjadi tiga bagian atau lebih, sehingga mahasiswa tidak merasa terlalu jenuh dan terlalu lama mengisi instrumen. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengadministrasikan bentuk tulisan instrumen sehingga lebih menarik bagi subjek terteliti.


Saran Pemanfaatan dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut
1. Saran Pemanfaatan
Sebagai instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling, instrumen ini bisa dikembangkan pemanfaatannya sebagai berikut.
a. Pemanfaatan instrumen sebagai instrumen baku untuk mengumpulkan data tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang.
b. Pemanfaatan instrumen sebagai alat evaluasi bagi mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling yang akan diterjunkan Praktik Pengalaman Lapangan II (PPL II) di sekolah-sekolah. Instrumen ini bisa digunakan untuk mengukur teknik dasar komunikasi konseling mahasiswa, sekaligus sebagai bahan pembekalan setelah diketahui hasil penguasaan teknik dasar komunikasi konseling.
2. Saran Pengembangan Produk
Instrumen pengukuran tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling ini masih dibuat dalam bentuk print out atau manual script. Print out seperti yang dihasilkan ini pada dasarnya memiliki kekurangan sehubungan dengan kemenarikan dan efisiensi. Banyaknya butir pernyataan dalam instrumen yang perlu diisi oleh mahasiswa bisa menyebabkan mahasiswa jenuh atau hilang konsentrasi.
Saran pengembangan produk untuk peneliti selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan instrumen pengukuran tingkat penguasaan teknik dasar komunikasi dalam konseling semacam ini ke dalam bentuk software. Pengembangan dalam bentuk software memiliki kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan pengembangan dalam bentuk print out.
Dengan dikembangkan dalam bentuk software, instrumen semacam ini akan memiliki kemenarikan tampilan, terdapat ilustrasi gambar dan suara yang tidak membuat mahasiswa menjadi bosan dan hilang konsentrasi. Pengembangan dalam bentuk software akan lebih mudah dalam menginterpretasi hasil pengukuran, sehingga mahasiswa akan mendapatkan balikan saat itu juga setelah mengisi instrumen.